Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (atau disingkat Perpu atau Perppu) adalah Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden dalam hal
ihwal kegentingan yang memaksa. Sampai dengan tahun 2017, sudah terdapat 214
Perppu yang pernah dikeluarkan oleh Presiden.
Dasar Hukum dalam UUD 1945
Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang diatur dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang
berbunyi:
"Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak
menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang."
Ihwal tersebut juga dipertegas
melalui penjelasan Pasal 22 dalam UUD 1945 yang berbunyi:
"Pasal ini mengenai noodverordeningsrecht Presiden.
Aturan sebagal ini memang perlu diadakan agar supaya keselamatan negara dapat
dijamin oleh pemerintah dalam keadaan yang genting, yang memaksa pemerintah
untuk bertindak lekas dan tepat. Meskipun demikian, pemerintah tidak akan
terlepas dari pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu, peraturan
pemerintah dalam pasal ini, yang kekuatannya sama dengan undang-undang harus
disahkan pula oleh Dewan Perwakilan Rakyat."
Sementara UUD 1945 sudah mengalami
empat kali amendemen, Pasal 22 yang mengatur Perppu ini tidak pernah mengalami
perubahan
Sejarah
Konsep mengenai Perppu pertama kali
ditemukan dalam Rantjangan Permulaan dari Undang-Undang Dasar Negeri
Indonesia yang disusun oleh Soepomo, Soebardjo, dan Maramis pada 4
April 1942. Dalam Pasal 5 disebut, dalam keadaan berbahaya, Kepala Negeri dapat
membuat "aturan-aturan Pemerintah sebagai gantinya undang-undang".
Istilah "Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang" sendiri pertama kali disebut dalam Draf UUD yang
dicantumkan dalam Rapat Panitia Hukum Dasar tanggal 13 Agustus 1945, yang
kemudian dibahas dan disahkan dalam Sidang Besar PPKI pada 18 Agustus
1945.
Dalam Konstitusi Republik
Indonesia Serikat dan UUD Sementara 1950, istilah Perpu diganti
menjadi Undang-Undang Darurat. Dalam Konstitusi RIS, UU Darurat
diatur dalam Pasal 139 dan Pasal 140, sementara dalam UUD Sementara 1950, UU
Darurat diatur dalam Pasal 96 dan Pasal 97.
Dengan kembalinya konstitusi
negara menjadi UUD 1945 pada 1959, istilah UU Darurat dikembalikan menjadi
Perpu, dengan peraturan perundang-undangan yang sama seperti pada awal
berlakunya UUD 1945. Namun, berdasarkan Surat Presiden kepada Ketua DPR-GR
tanggal 20 Agustus 1959 Nomor 2262/HK/59 tentang Bentuk Peraturan Negara, Perpu
ditempatkan dalam hierarki yang berbeda dengan Undang-Undang, yaitu di bawah
Peraturan Pemerintah.
Hierarki Perpu dikembalikan seperti
UUD 1945 setelah MPR Sementara mengeluarkan TAP MPRS Nomor XX/MPRS/1966 tentang
Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum RI dan Tata Urutan Perundangan
RI. Dalam TAP MPRS tersebut, Perpu diletakkan dalam hierarki yang setara dengan
Undang-Undang. Hierarki tersebut sempat berubah saat Tap MPR Nomor III/MPR/2000
mengesahkan hierarki Perpu tepat berada di bawah Undang-Undang, namun
dikembalikan lagi dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.
Undang-Undang yang berlaku mengenai
tata hierarki undang-undang di Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sesuai dengan
Pasal 7 ayat (1) huruf c, Perpu memiliki hierarki yang setara dengan
Undang-Undang.
Mekanisme Perppu
Perppu memiliki tingkat kekuatan hukum dan materi muatan yang sama dengan
Undang-Undang.
Perppu ditandatangani oleh Presiden.
Setelah diundangkan, Perppu harus diajukan ke DPR dalam persidangan
yang berikut, dalam bentuk pengajuan RUU tentang Penetapan Perppu
Menjadi Undang-Undang. Pembahasan RUU tentang penetapan Perppu menjadi
Undang-Undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan RUU.
DPR hanya dapat menerima atau menolak Perppu.
Jika Perppu ditolak DPR, maka Perpu
tersebut harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku, dan Presiden
mengajukan RUU tentang Pencabutan Perppu tersebut, yang dapat pula mengatur
segala akibat dari penolakan tersebut.
Sementara itu, Perpu
merupakan produk hukum yang sah sesuai ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Dasar
1945. Secara formal, Perpu adalah peraturan pemerintah, bukan Undang-undang.
Tetapi secara substansial, meteri Perpu sama dengan materi muatan Undang-Undang
,Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa : Pasal 7 (1) Jenis dan
hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d.
Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Perlu ditegaskan bahwa
Perpu sendiri berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 sama dengan Undang-undang. Namun
menurut saya Perpu sendiri berbeda dengan Undang-undang karena substansi atau
muatan materi tersebut dalam pengajuannya tidak sama. Perpu sendiri dibuat dan
lahir karena keadaan genting yang memaksa lahirnya Perpu tersebut, jika tidak
terdapat keadaan genting maka Perpu tersebut tidak lahir. Jika ditinjau dari
masa berlaku Perpu tersebut juga tidak lama karena harus menunggu kepastian DPR
pada masa sidang selanjutnya. Lain halnya dengan Undang-Undang yang berdasarkan
pembentukannya setelah Perpu tersebut disahkan oleh DPR menjadi
Undang-undang.dan juga Undang-undang tingkatannya lebih tinggi dibandingkan
dengan Perpu itu sendiri. Selain itu ketentuan UUD NRI Tahun 1945 tentang hak
presiden menafsirankan keadaan darurat dan kegetingan memaksa bukan merupakan
hak tanpa batas. Hak mengeluarkan perpu (atau bahkan Dekrit) tanpa batas akan
menjadikan bangsa Indonesia berjalan mundur. Kembali lagi dalam hal ini
Presiden mempunyai kekuasaan di bidang peraturan perundang-undangan yang
bervariasi, yaitu kekuasaan legislatif artinya Presiden mengajukan rancangan
undang-undang kepada DPR, kekuasaan reglementer artinya membentuk peraturan
pemerintah untuk menjalankan undang-undang atau menjalankan peraturan
pemerintah pengganti undang-undang, dan terakhir kekuasaan eksekutif yang
didalamnya mengandung kekuasaan pengaturan dengan keputusan Presiden.