10 Hadits Tentang Iman dan Ibadah
Hadis Pertama:
قال
النبي صلى الله عليه وسلم: {الإيمانُ مَعْرِفَةٌ بالقَلْبِ، وَقَوْلٌ
بِاللِّسَانِ، وعَمَلٌ بالأَرْكَانِ}.
Nabi saw. bersabda, “Iman adalah mengetahui dengan hati,
diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan .” Hadis ini diriwayatkan
oleh imam Ibnu Majah dan imam At-Thabrani dari sahabat Ali bin Abi Thalib
dengan sanad yang dhaif.
Hadis Kedua:
وقال
صلى الله عليه وسلم: {الإيمانُ عُرْيَانٌ وَلِبَاسُهُ التَّقْوَى، وَزِينَتُهُ
الحَيَاءُ، وثَمَرَتُه العِلْمُ}.
Nabi saw. bersabda, “Iman itu telanjang (yakni bebas dari
dosa-dosa), pakaiannya adalah taqwa, perhiasannya adalah malu, dan buahnya
adalah ilmu (yang diamalkan).” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Al-Hakim dalam
Tarikh Naisabur dari Abu Darda’ dengan sanad yang dhaif.
Hadis Ketiga:
وقال
صلى الله عليه وسلم: {لا إيمانَ لِمَنْ لا أمَانَةَ لَهُ}.
Nabi saw. bersabda, “Tidak ada iman bagi orang yang tidak
memiliki amanah pada dirinya.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ibnu Hibban dan
imam Ahmad bin Hanbal dari shahabat Anas bin Malik dengan sanad yang hasan.
Imam Nawawi Al-Bantani di dalam kitab Tanqihul Qaul Al-Hatsits menjelaskan
bahwa maksud tidak ada iman adalah tidak sempurna iman seseorang yang tidak
mampu menjaga diri dan hartanya yang telah diamanatkan oleh Allah swt.
kepadanya.
Hadis Keempat:
وقال
صلى الله عليه وسلم: {لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأخِيهِ مَا يُحِبُّ
لِنَفْسِهِ}.
Nabi saw. bersabda, “Salah satu dari kalian tidak beriman sampai
ia mencintai sudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” Hadis ini
diriwayatkan oleh imam Ahmad, imam Al-Bukhari, imam Muslim, imam At-Tirmidzi,
imam An-Nasa’i, dan imam Ibnu Majah dari shahabat Anas bin Malik dengan sanad
yang shahih. Imam Nawawi di dalam Syarah Al-Arba’in sebagaimana dikutip oleh
imam Nawawi Al-Bantani dalam kitab Tanqihul Qaul menjelaskan bahwa saudara di
dalam konteks hadis tersebut adalah bersifat umum, baik mencakup orang non
muslim maupun muslim. Sehingga hadis tersebut diartikan bahwa (sempurnanya iman
seseorang) ketika ia mencintai saudaranya yang non muslim sama seperti ia
mencintai dirinya sendiri (dengan mendoakan) agar ia masuk Islam sama seperti
cintanya kepada sesama saudara muslimnya (dengan mendoakan agar ia) istiqamah
dalam keislamannya. Dengan demikian mendoakan seorang non muslim agar mendapat
hidayah adalah disunnahkan.
Hadis Kelima:
وقال
صلى الله عليه وسلم: {الإيمانُ في صَدْرِ المُؤْمِنِ، ولا يَتِمُّ الإيمانُ إلاَّ
بِتَمَامِ الفَرَائِض وَالسُّنَنِ، وَلاَ يَفْسُدُ الإيمانُ إلاَّ بِجُحُودِ
الفَرَائِضِ وَالسُّنَنِ، فَمَنْ نَقَصَ فَرِيضَةً بِغَيْرِ جُحُودٍ عُوقِبَ
عَلَيْها، وَمَنْ أتَمَّ الفَرَائِضَ وَجَبَتْ لَهُ الجَنَّةُ}.
Nabi saw. bersabda, “Iman itu di dalam dada seorang mukmin,
tidaklah sempurna iman kecuali dengan kesempurnaan fardhu-fardhu dan
sunnah-sunnahnya, tidaklah rusak iman kecuali dengan ingkarnya terhadap hal-hal
yang difardhukan dan disunnahkan. Siapa yang berkurang fardhunya dengan tanpa
pengingkaran, maka ia disiksa atasnya, dan siapa yang sempurna fardhu-fardhunya
maka surga wajib baginya.” Imam Nawawi Al-Bantani menjelaskan bahwa orang yang
meninggalkan hal-hal yang telah difardhukan dengan disertai pengingakaran atas
kefardhuannya, maka dia telah kafir. Dan orang yang telah mengerjakan dan
menyempurnakan hal-hal kefardhuan ditambah dengan kesunnahan-kesunnahan maka ia
pun akan mendapatkan derajat yang lebih di surga. Hanya saja, Imam Nawawi tidak
memberikan keterangan hadis tersebut berada di kitab apa dan siapa periwayatnya
seperti penjelasannya terhadap hadis-hadis lainnya. Penulis pun belum menemukan
letak dan periwayat hadis tersebut selain di kitab Lubabul Hadis karya imam
As-Suyuthi ini. Wa Allahu a’lam.
Hadis Keenam:
وقال
صلى الله عليه وسلم: {الإيمانُ لا يَزِيدُ وَلا يَنْقُصُ وَلِكنْ لَهُ حَدٌّ، أي
تعريف بذكر أفراد فروع الإيمان، فإنْ نَقَصَ فَفِيْ حَدِّه. وَأَصْلُهُ شَهَادَةُ
أنْ لا اله إلاَّ الله وَحْدُهُ لا شَرِيكَ لَهُ وأنَّ مُحَمَّدا عَبْدُهُ
وَرَسُولُهُ، وإقَامُ الصَّلاةِ، وإيتَاءُ الزَّكَاةِ، وَصَوْمُ رَمَضَانَ،
والحَجُّ، وَغَسْلُ الجَنَابَةِ، فَمَنْ زَاد في حَدِّهِ زَادَتْ حَسَنَاتُهُ،
وَمَنْ نَقَصَ فِيهِ فَفِيه}.
Nabi saw. bersabda, “Iman itu tidak bertambah dan tidak berkuang
tetapi ia memiliki batas. Yakni bisa diketahui dengan menyebutkan masing-masing
dari cabang-cabangnya iman. Jika ia berkurang maka itulah batasnya (artinya
yang berkurang adalah batas imannya, bukan iman itu sendiri), dan pokoknya iman
adalah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah tidak ada sekutu bagiNya dan
bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya mendirikan shalat, menunaikan zakat,
puasa Ramadhan, haji, mandi janabat, dan siapa yang bertambah dalam batas iman,
maka bertambahlah kebaikan-kebaikannya dan siapa yang berkurang imannya maka
berkurang pula kebaikan-kebaikannya.” Imam Nawawi di dalam kitab Tanqihul Qaul
(begitu pula dengan penulis) tidak menemukan hadis ini berada di kitab mana dan
diriwayatkan oleh siapa. Hanya saja beliau menampilkan hadis-hadis shahih
terkait dengan cabang-cabang iman. Beliau juga menjelaskan bahwa para ulama
telah bersepakat tentang iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang. Iman
bertambah dengan ketaatan-ketaatan yang kita lakukan dan iman bisa berkurang
disebabkan karena kemaksiatan-kemaksiatan.
Hadis Ketujuh:
وقال
صلى الله عليه وسلم: {الإيمانُ نِصْفَانِ، فَنِصْفٌ في الصَّبْرِ، وَنِصفٌ في
الشُّكْرِ}.
Nabi saw. bersabda, “Iman itu ada dua, setengahnya di dalam
kesabaran, dan setengahnya lagi di dalam kesyukuran.” Hadis ini diriwayatkan
oleh imam Al-Baihaqi dari shahabat Anas bin Malik. Imam Nawawi menjelaskan
bahwa maksud dari iman setengahnya berada di dalam kesabaran adalah sabar dari
hal-hal yang diharamkan untuk dapat ditinggalkan dan tidak dilakukan. Sementara
itu, maksud dari iman setengahnya berada di dalam rasa syukur adalah bersyukur
dapat melakukan ketaatan-ketaatan.
Hadis Kedelapan:
وقال
صلى الله عليه وسلم: {الإيمانُ قَيْدُ الفَتْكِ لا يَفْتِكُ مُؤْمِنٌ}.
Nabi saw. bersabda, “Iman itu batas pembunuhan, seorang mukmin
tidak akan membunuh.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari, imam Abu
Daud, dan Imam Al-Hakim dari shahabat Abu Hurairah dengan sanad yang shahih,
dan diriwayatkan pula oleh imam Ahmad dari Zubair bin Awwam dan dari Muawiyah.
Imam Nawawi menjelaskan bahwa keimanan itu dapat mencegah dari adanya
pembunuhan setelah adanya keamanan. Di mana orang yang sempurna imannya tidak
akan melakukan tindakan anarkis pembunuhan.
Hadis Kesembilan:
وقال
صلى الله عليه وسلم: {خَلَقَ الله الإيمَانَ وَحَفَّهُ وَمَدَحَهُ بالسَّمَاحَةِ
وَالحَيَاءِ، وَخَلَقَ الله الكُفْرَ وَذَمَّهُ بالبُخْلِ وَالجَفَاءِ}.
Nabi saw. bersabda, “Allah telah menciptakan iman. Dia (pun)
telah menghiasi dan memujinya dengan toleransi dan rasa malu. Allah menciptakan
kekufuran. Di (pun) menghinakannya dengan rasa pelit dan antipati. ” Imam
Nawawi di dalam kitab Tanqihul Qaul (begitu pula dengan penulis) tidak
menemukan hadis ini berada di kitab mana dan diriwayatkan oleh siapa.
Hadis Kesepuluh:
وقال
صلى الله عليه وسلم: {إذَا دَخَلَ أهْلُ الجَنَّةِ الجَنَّةَ، وَأَهْلُ النَّارِ
النَّارَ، أمَرَ الله تَعَالَى بأنْ يَخْرُجَ مِنَ النارِ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ
مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنَ الإيْمَانِ}
عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ
وَأَهْلُ النَّارِ النَّارَ يَقُولُ اللَّهُ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ
حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ فَأَخْرِجُوهُ فَيَخْرُجُونَ….
Dari Abu Sa’id Al-Khudri r.a., bahwasannya Nabi saw. bersabda,
“Jika penduduk surga masuk surga, dan penduduk neraka masuk neraka, Allah
berfirman (kepada malaikat), “Siapa yang di dalam hatinya terdapat iman seberat
biji sawi, maka keluarkanlah ia.” Lalu mereka (malaikat) pun mengeluarkannya
….”
Adapun keterkaitan hadis tentang iman dan
ibadah dalam fenomena kehidupan sebagai berikut :
1.
Iman dan ibadah mempunyai kaitan
yang sangat erat karena iman menjadi salah satu syarat diterimanya ibadah.
Sebaliknya, ibadah yang dilakukan tanpa iman akan sia-sia.
2.
Orang yang mengaku dirinya
beriman harus dapat mmembuktikannya melalui perbuatan yang bernilai ibadah
dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Iman tanpa dibuktikan dengan
perbuatan nyata berarti kedustaan.
4.
Selain iman, amal ibadah harus
diniati dengan ikhlas kepada Allah swt. Ibadah yang dilakukan untuk selain
Allah swt, berarti syirik.
5.
Menduakan niat dalam
beribadah/beramal karena Allah dan yang lain tidak akan diterima Allah swt.